Glasnost (Keterbukaan) Subsidi

———–front story———-
Pak Durkaijo si Kepala Desa tinggal di desa Lelembur. Beliau cukup sukses menjalankan usaha sebagai Bandar Beras Murah (BBM) di desanya. Kesuksesannya tidak lepas dari nama usahanya, beliau menjual beras seharga 10.000 per kilogram yang harganya memang dibawah pasaran beras (12.000 per kilogram).

Setiap bulannya Durkaijo menjual 2 ton beras untuk mencukupi kebutuhan desanya. Sebanyak 1.250 kg dicukupinya dari hasil sawah tanah bengkoknya sendiri, sementara sisanya dicukupi dengan membeli beras di desa tetangga dengan harga pasar. Biaya untuk mengupah karyawan, distribusi dan lain lain operasional setelah dihitung adalah sebesar 2.500 per kilogram.

Dari jumlah tersebut beliau mendapat keuntungan penjualan sebesar 2 ton x 10.000 (20 juta) dikurangi biaya operasional 2.500 x 2 ton (5 jt) = 15 juta per bulan. Keuntungan tersebut masih dikurangi dengan modalnya membeli beras dari desa tetangga sebesar 12.000 x 750 kg = 9 juta sehingga total keuntungan bersihnya adalah 15 juta – 9 juta = 6 juta.

Keadaan tersebut berlangsung dengan lancar, warga desa sangat berterima kasih pada Durkaijo yang konon memberikan subsidi untuk harga beras sebesar 2.000 x 2 ton = 4 juta ditambah biaya operasional 2.500 x 2 ton = 5 juta yaitu 9 juta, tapi semuanya berubah setelah negara api menyerang.

Serangan negara api telah membuat harga beras melonjak menjadi 13.000 per kilogram. Durkaijo panik karena keuangan beliau terancam defisit. Akhirnya dia menghembuskan kabar kalau kenaikan harga beras membebani keuangannya karena meningkatkan subsidi dan dia terancam bangkrut. Satu satunya jalan untuk menyelamatkan situasi ini adalah menaikkan harga jual beras menjadi 11.000 per kilogramnya. Sebagai kompensasinya dia akan memberikan cashback sebesar 5.000 rupiah setiap pembelian 10 kg beras. Warga yang senang karena merasa diintelektualkan karena diajak diskusi dengan bahasa bahasa dan istilah keren akhirnya menyetujui naiknya harga beras.

Tidak terima dengan kondisi ini, Yosiarto, kandidat kepala desa yang kemarin kalah bersaing, menggalang dukungan masyarakat untuk menentang kenaikan harga beras. Dia membongkar bahwa Durkaijo melakukan kebohongan publik dengan pernyataannya tentang subsidi beras, bahwa sebenarnya kenaikan harga beras pasar menjadi 13.000 tidak membuat durkaijo rugi, durkaijo hanya berkurang keuntungannya dari 6 juta menjadi 5 juta 250 ribu. Yosiarto juga menuduh bahwa upaya cashback dari Durkaijo hanya pencitraan yang justru makin menambah keuntungannya yang semula 6 juta menjadi 6 juta 250 ribu. Mendengar penjelasan Yosiarto yang penuh dengan angka angka dan data, para pemuda dengan semangatnya berdemo menentang kenaikan harga beras yang bahkan belum diputuskan secara final oleh Durkaijo.
————-end of front story——–

————-back story————
Kenapa Durkaijo menganggap bahwa kenaikan harga beras membuatnya rugi? Sebelumnya kita harus tahu lebih dahulu rencana anggaran bulan bersangkutan yang telah dirancangnya. Bulan ini, dengan keuntungan jual beras 6 juta, dia berencana untuk:

  1. Menyumbang masjid 1 juta
  2. Menambah honor takmir masjid 1 juta
  3. Menambah honor Umar Dandi, si guru desa 1 juta.
  4. Berlibur dengan istri 1 juta
  5. Beli Blackberry baru 5 juta

Sehingga total pengeluarannya menjadi 9 juta. Darimana sisa 3 jutanya? Ternyata sisa 3 juta ditutup dari Pak Darkoni, Pak Gunanto dan Bu Samiyem yang bulan ini akan membayar hutangnya yang jatuh tempo masing-masing sebesar 1 juta.

Hal inilah yang tidak diketahui atau sengaja ditutup tutupi oleh Yosiarto. Bahwa dalam anggaran pendapatan dan pengeluaran tersebut, berkurangnya pemasukan (bukan rugi) juga termasuk kerugian. Kenapa termasuk kerugian? Karena berkurangnya pemasukan mengakibatkan berkurangnya daya belanja yang sebagian besar tujuannya memang baik.

Yang jadi pertanyaan sebetulnya kan kenapa Durkaijo harus memilih opsi menaikkan harga jual beras sebagai satu satunya jalan keluar? Padahal masih ada opsi opsi lain yang bisa dicoba misalnya :

  1. Tidak jadi beli blackberry baru atau beli blackberry yang lebih murah, karena ternyata 5 juta itu harga yang surveinya ngawur, di pasaran hanya 3 jutaan.
  2. Mengurangi biaya operasional dengan memotong upah karyawan
  3. Mengurangi sumbangan ke masjid
  4. Mengurangi honor takmir masjid dan atau si guru desa
  5. Tidak jadi berlibur atau berlibur ke tempat yang lebih murah tanpa mengurangi tujuan utama berlibur.
  6. Mencari alternatif penerimaan tambahan dengan menjual karung karung beras bekas atau usaha lain
  7. Mengurangi kuota beras menjadi 1 ton 750 kilogram, diiringi dengan kampanye mencampur jagung sebagai pelengkap kekurangan beras atau mewajibkan orang kaya beli beras dengan harga sama dengan pasar

Dan alternatif alternatif lain yang bisa dirembukkan bersama sama dengan warga desa, kuncinya hanya satu, kejujuran Durkaijo untuk terbuka dan tidak menutup nutupi sehingga tidak ada celah yang bisa dimanfaatkan orang orang seperti Yosiarto.

Tapi alih-alih berembuk, Durkaijo memilih jalan termudah, menaikkan harga dengan resiko diprotes orang banyak. Untuk itulah dia sudah menyiapkan customer service yang baik berupa berbagai apologi dan program cashback untuk meredam emosi masyarakat yang kelihatannya hanya akan bertahan beberapa bulan saja. Durkaijo tahu bahwa mau tidak mau warga pasti masih membutuhkan berasnya yang meskipun harganya naik, tapi tidak ada saingannya di desa Lelembur (kalaupun ada saingan, harganya pasti lebih mahal) :D.

———end of back story——-

N.B dan yang menderita dengan keadaan ini (selain warga desa pada umumnya) adalah Soliman, Rafijin dan Komarudan, para hansip desa yang tidak ikut bikin kebijakan, sama sama merasakan derita kala harga beras naik, tapi harus berhadapan dengan para pemuda dan kelompok pendukung Yosiarto setiap kali ada aksi protes 😀

This entry was posted in Cerita and tagged , , , . Bookmark the permalink.

2 Responses to Glasnost (Keterbukaan) Subsidi

  1. bocah tua nakal cuk says:

    wahahaa , tulisan yg menarik dun.. mestinya durkaijo juga meninjau ulang kontrak2 penyewaan tanah aset desa yg sengaja disewakan murah oleh komparador2 sebelum beliau menjabat demi segelintir orang.. juga mengendalikan agar beras desa tidak sampai diekspor keluar.. disinyalir beberapa oknum setan desa menjual beras keluar dengan harga murah dari hasil tanah bengkok..
    tambahan lagi sing mesakno pemuda2 sd smp sing sakjane sinau opo ngewangiwong tuwo macul, tapi dikompori baik yosiarto, muniarto ataupun sugiharto gawe ngadepi hansip2 lugu iku, pas dipentung koar2 misuhi hansip.. ya inilah hidup hahahaha

    • emaerdei says:

      Lhaiya, jalan masih banyak kok :p

      Kalau soal para pemuda/petua/penengah baya yang protes, ya silakan, asal protesnya jangan menuduh Durkaijo bohong dengan menyebarkan kebohongan, sama saja dongs :D.

      Kalau mereka memang sudah paham kondisinya, dan mau protes karena menganggap keputusan Durkaijo menaikkan harga tidak tepat, ya silahkan 😀

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s