Seorang teman pernah memberikan ilustrasi yang menarik tentang perspektif. Ambil contoh sebuah jam tangan, coba kita perhatikan jam tangan tersebut dalam jarak dekat, kurang lebih 3-5 cm, maka kita akan dapat melihat pergerakan jarum-jarum dengan jelas. Kalau kita mundurkan pandangan, akan terlihat jam tangan itu secara keseluruhan. Lebih mundur lagi kita akan memperoleh pandangan posisi jam tangan tersebut beserta tangan tempatnya menempel. Semakin jauh kita akan dapat melihat posisi manusia pemakai jam tersebut dan situasi di sekitarnya sampai jam tangan itu sendiri akan terlihat begitu kecil dibandingkan seluruh komponen lain yang tertangkap pandangan. Demikianlah, jarak kita terhadap objek ataupun permasalahan yang kita pandang akan sangat mempengaruhi ragam informasi yang akan diperoleh.
Dalam menghadapi masalah atau menelaah sebuah permasalahan kita juga seyogyanya melakukannya dengan menggunakan jarak pandang yang berbeda. Kalau kita metenteng terus, mungkin informasi yang kita dapat detil, seperti kita melihat jarum jam tadi. Kita akan bisa melihat setiap kelokan tekstur, semua gradasi warna dan detil gerakan jarum jam bila kita melihat dengan begitu dekat. Namun di balik itu semua ada banyak informasi lain yang tidak kita dapatkan sehingga penilaian kita yang kemudian disintesa menjadi sebuah sikap menjadi bias.
Sebaliknya, jika kita melihat dari kejauhan, bahkan sambil duduk di atas pagar, kita mungkin akan mendapatkan banyak informasi yang ada di sekitar jam tersebut. Kita bisa melihat bahwa jam tersebut dikenakan di tangan kanan, pemakainya adalah seorang remaja paruh baya, dan sang pemakai saat ini sedang melakukan sit up sambil berguling. Luasnya pandangan ini kadang memberikan sense of wisdom yang berlebih, merasa bijaksana karena bisa melihat lebih luas, sehingga melupakan detil. Kita tak bisa melihat bahwa jarum jam tersebut sudah mulai berkarat, atau bahwa sang pemakai sedang kesulitan melakukan sit up karena terhalang bisul di pusarnya, atau bahkan detil sederhana bahwa tali jam tersebut sudah hampir putus karena tak sanggup menahan laju pertumbuhan pergelangan tangan tempat dia terpasang.
Bagi seorang problem solver maupun pemimpin, jarak pandang biasanya juga akan mempengaruhi pendekatan terhadap penyelesaian masalah dan solusi yang dihasilkan. Jika terlalu detil, solusi yang dihasilkan mungkin akan efektif untuk parsial permasalahan yang dihadapi, namun umumnya akan rentan disalahpahami oleh mereka yang tidak paham detil permasalahannya. Sebaliknya, pandangan yang luas bisa menghasilkan solusi yang lebih memuaskan semua pihak, tapi tidak benar-benar menyelesaikan masalah secara teknis.
Ada dua cara untuk menghasilkan solusi yang cukup bagus dari sisi teknis maupun keluasan pandangan. Yang pertama adalah mencari titik jarak pandang yang optimal, cara yang sepertinya lebih banyak dipilih. Cara ke-dua yang jauh lebih menghabiskan energi dan hanya segelintir pemimpin besar yang mau melakukannya adalah dengan melihat dari sebanyak mungkin jarak pandang yang ada. Dengan cara itu informasi detil bisa didapat, namun gambaran besarnya juga tidak tertinggal. Capek? menghabiskan tenaga? sudah tentu, itulah sebabnya hanya orang-orang yang benar-benar tulus atau punya ambisi besar yang mau melakukannya.
Lantas apa urusannya bagi yang bukan bagian dari para pengambil keputusan? Setidaknya bagi Saya, konsep jarak pandang dalam memahami masalah ini relatif dapat mengurangi rasa sakit hati saat sikap ataupun keputusan orang lain terasa merugikan. Tapi tetap sakit hati? tentu saja, namanya juga mengurangi, bukan menghilangkan. Dan terkadang juga, memang ada sikap atau keputusan yang layak disikapi laksana orang sakit hati, karena tidak semua keputusan diambil dari sebuah pemahaman, dan tidak semua keputusan juga diambil dengan tujuan yang baik.