“Ketahuilah dan yakinlah bahwa perdebatan yang diadakan dengan tujuan mencari kemenangan, menundukkan lawan, melahirkan kelebihan dan kemuliaan diri, membesarkan mulut di muka orang banyak, ingin kemegahan dan kebebasan serta ingin menarik perhatian orang, adalah sumber segala budi yang tercela pada Allah dan terpuji pada Iblis Musuh Allah”, -Ihya Ulumuddin-
Berdasarkan pengalaman, berdebat, terutama yang tidak didukung iklim yang kondusif, akan menyisakan luka di hati. Berdebat itu memang sekali-sekali perlu, terutama ketika hendak mencegah sebuah keburukan massal atau hendak menggolkan kebaikan massal. Namun seringkali, orang lebih suka terpancing melakukan debat yang sia-sia dan menorehkan luka di hati. Kita jauh lebih perlu memperbanyak diskusi daripada debat, dua terminologi ini saya gunakan untuk memisahkan pemahaman saja, bukan untuk berdebat soal definisi dalam kamus :D. Lantas apa bedanya berdebat dengan berdiskusi?Ā
1. Tujuan
Dalam sebuah perdebatan, biasanya kita mencari kemenangan, sedangkan dalam diskusi, tujuannya adalah saling memperkaya cakrawala masing-masing.
2. Mendengarkan lawan bicara
Dalam sebuah perdebatan, karena ingin menang, kita dapat terpancing mendengarkan lawan bicara untuk mencari kelemahan dalam argumentasinya, bahkan kalau perlu kesalahan sepele seperti tata bahasa akan dieksploitasi untuk menyerang. Dalam diskusi, kita mendengarkan lawan bicara untuk memahami dan menyerap substansi argumennya untuk kemudian ditanggapi atau diterima.
3. Data
Dalam sebuah perdebatan, data seolah-olah sudah menjadi kewajiban, tanpa data anda bukanlah apa-apa dan diremehkan. Bahkan ketika anda sudah membawa data segede gaban, pihak lawan juga akan tetap mengorek-ngorek keshahihan data anda (padahal bagi orang yang menggeluti dunia per-data-an, tentunya tahu serba-serbi bagaimana sebuah data dihasilkan dan disimpulkan š ). Dalam diskusi, data akan menjadi sebuah tambahan yang memperkaya argumentasi, namun semua pihak bisa berasumsi dan bersimulasi tanpa perlu takut diserang. Misalnya dalam sebuah diskusi tentang perancangan software, ketika ada yang mengatakan, “bagaimana seandainya ada user yang begini?” alih-alih diserang dengan, “Emangnya mana datanya? ada berapa banyak user yang seperti itu?” akan lebih baik kalau pertanyaan tersebut direspon dan dibahas bersama untuk antisipasi ke depan.
4. Adab
Dalam berdebat, rawan bagi adab untuk dilupakan, suara meninggi, memotong pembicaraan pihak lain, bahkan menekan secara mental melalui pendukung (kalau ada penonton) yang ujung-ujungnya bukan membuat lawan bicara mengeluarkan argumentasi terbaiknya melainkan justru menekan supaya performanya jelek. Dalam diskusi, biasanya dilakukan dengan lebih santai, bicara tetap tegas namun bukan keras, sambil duduk bersama dengan suasana yang baik sehingga argumentasi argumentasi yang dihasilkan juga berbobot.
5. Keterbukaan
Besar kemungkinan, karena dalam berdebat kita ingin memenangkan argumen dan tampil memukau, kita menghindari mengatakan sebuah kebenaran yang beresiko kehilangan simpati publik, dan sebaliknya mengusung sebuah argumen yang meskipun kita sendiri sudah tahu kesalahannya, namun tetap kita gunakan karena ingin memenangkan simpati publik, apalagi di media sosial yang penontonnya begitu banyak dari berbagai kalangan. Sebaliknya dalam berdiskusi, kita tidak perlu khawatir dengan suara mayoritas, kita akan lebih fokus berargumentasi dengan kebenaran yang kita yakini terlepas suara ramai di luaran.
6. End Game
Jika berjalan dengan iklim yang buruk, perdebatan seringkali meninggalkan rasa sakit hati, sementara dalam sebuah diskusi, sebuah kesepakatan untuk tidak sepakat adalah hal yang wajar dan tidak perlu ada sakit hati.
Seperti ditulis di awal, berdebat bukan tidak ada gunanya, sekali-sekali kalau memang dirasa mendesak memang kita terpaksa harus berdebat :D. Dan kalaupun terpaksa, akan lebih baik kalau debat itu dibawa ke arah diskusi sehingga meskipun pada akhirnya ada yang harus kalah, luka yang ditimbulkan menjadi sekecil mungkin.
Entah kenapa, sebagian orang memang lebih suka berdebat daripada berdiskusi. Ketika mereka melempar bola dengan mengeluarkan atau men-share suatu pernyataan atau artikel, mereka menghindari diskusi. Ketika diajak berdiskusi ada saja alasannya yang tidak ada waktu lah, malas menanggapi karena percuma lah, dan sejuta alasan lain. Namun anehnya, ketika ada tanggapan yang bernada menyerang (menyerang dirinya atau lawannya), menanggapinya cepat sekali. Kalau emosi masih belum stabil (sebagian dari kita akan mengalami fase-fase begini) mungkin bisa dimaklumi, namun bagi mereka yang secara usia seharusnya sudah bisa dianggap dewasa, semestinya hal-hal seperti ini bisa dihindari :D.
N.B. ini tulisan refleksi, penulis sendiri pernah hobi berdebat dan melakukan kesalahan-kesalahan di atas, sekarang sudah berusaha mengurangi meski masih sering terpancing š
“Diskusi itu adu gagasan, sedangkan debat itu adu keganasan”, -seorang teman yang sudah 20 tahun lebih melalui hidupnya dengan berdebat-
Pingback: Awali Dengan se-Zoom-an | emaerdei