Ing Ngarsa Sung Tuladha
Ing Madya Mangun Karsa
Tut Wuri Handayani
Tiga kalimat di atas adalah semboyan dari bapak pendidikan kita, Raden Mas Soewardi Soerjaningrat alias Ki Hadjar Dewantara. Semboyan yang dianggap sebagai semboyan untuk guru tersebut sebetulnya bisa berlaku secara universal tergantung pemaknaannya. Nindo tersebut seharusnya perlu dipegang teguh bagi organisasi non pendidikan lainnya. Kalau kita cermati, banyak masalah yang menimpa sebuah organisasi sebenarnya berkutat di seputar tiga kalimat itu.
Dalam sebuah organisasi, masing-masing kalimat tersebut adalah peran yang seharusnya ada. Sesuai maknanya, dalam sebuah organisasi perlu orang (orang) yang berada di depan memberi teladan, berada di tengah bekerja dan membangun budaya organisasi, dan di belakang memberikan dukungan. Peran-peran tersebut bisa diampu oleh masing-masing satu orang, lebih dari satu orang, atau satu orang merangkap peran tergantung dari skala dan ekosistem organisasinya. Secara garis besar, ada 2 macam kesalahan yang dapat terjadi dan mengacaukan kinerja sebuah organisasi dari persoalan peranan ini.
Pertama, ketimpangan distribusi peran di dalam organisasi. Terlalu banyak pemimpin tidak ada yang mau di tengah, terlalu banyak yang bekerja tidak ada yang mau tampil memimpin, dan semuanya terlalu sibuk bekerja tanpa dukungan sehingga tidak ada yang mengawasi dan memberikan masukan/dorongan positif bagi organisasi. Ketimpangan-ketimpangan ini bisa terjadi karena banyak faktor, mulai keserakahan, hasrat tampil yang tinggi, sampai kekurangan rasa percaya diri. Namun pada prinsipnya dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa personil-personil dalam organisasi tersebut kekurangan kemampuan untuk dapat berbaris rapi dalam satu barisan atau gerbong mulai depan sampai belakang, dan kita semua tahu apa yang akan terjadi apabila gerbong yang berantakan dipaksa berjalan.
Ke-dua, peran yang tidak berjalan sebagaimana mestinya. Yang di depan tidak memberi teladan yang baik, yang di tengah alih-alih membangun budaya kerja yang bagus justru sibuk saling menjatuhkan, dan yang di belakang hanya mengkritik tanpa henti atau bahkan diam dalam keabadian. Sama seperti yang pertama, banyak faktor yang berpengaruh dalam hal ini, baik kapabilitas pribadi, kurangnya pemahaman terhadap tugas dan fungsinya masing-masing, sampai faktor-faktor non teknis lainnya. Semuanya akan berujung pada buruknya kinerja sebuah organisasi, serapi apapun strukturnya.
Bagaimana mengatasi masalah-masalah itu? tidak lain dan tidak bukan adalah melalui proses evaluasi yang benar. Evaluasi harus dilakukan dengan kepala dingin, objektif, dan sama-sama mau legowo. Jika memang ada porsi barisan yang timpang, harus ada yang memiliki kesadaran untuk mau bersama-sama mengupayakan redistribusi peranan. Jika memang ada yang kinerjanya tidak sesuai harapan, harus legowo untuk mau meningkatkan kapabilitas atau dengan besar hati bergeser/bertukar ke posisi lain yang lebih cocok. Intinya semua harus memiliki kesepahaman bahwa semua ini dilakukan demi kepentingan bersama.
Hebatnya, jika dalam organisasi kebanyakan peran tersebut dibagi, bagi seorang guru/pendidik sejati, profesi resmi maupun bukan, ketiga peran tersebut dilakukannya seorang diri, lengkap dengan segala suka duka dan pahit getirnya. Bagi seorang guru sejati, customer-nya akan terus bertambah, karena tidak ada istilah mantan murid ataupun mantan guru. Selamat hari guru, semoga kualitas guru semakin meningkat, semoga siswa dan orangtua dapat semakin menghargai guru yang benar-benar tulus, dan semoga corengan pada pendidikan kita semakin berkurang. Selamat hari guru, meskipun terlambat karena baru bisa mengetik sekarang :D.
Yah begitulah… Mantabs, gan. Selamat Hari Guru.
Terima kasih Gan 😀