Endings are hard. Any chapped-a** monkey with a keyboard can poop out a beginning, but endings are impossible. You try to tie up every loose end, but you never can.
-Chuck Shurley, Supernatural-
Tak kenal maka tak sayang, itu juga yang berlaku bagi Album Donal Bebek (ADB) ini. Bagi sebagian orang mungkin majalah ini hanya sebuah cerita anak-anak, bahkan mungkin dianggap sama seperti Spongebob atau Happy Tree Friend. Mendengar kabar berhenti terbitnya Album ini menyisakan rasa sedih bagi banyak penggemarnya, termasuk Saya. Donal Bebek bukan hanya sebuah komik cerita anak-anak, bukan hanya sebuah hiburan konyol untuk sekedar tertawa tanpa makna. Donal Bebek dan keluarganya sanggup bertahan tanpa main plot selama 44 tahun (dan sepertinya juga tidak akan diakhiri dengan konklusi), sebuah prestasi yang akan sulit (bukan berarti tidak bisa) disaingi. Prestasi ini sadar tidak sadar, diakui tidak diakui, telah menorehkan warna dan hikmah dalam sanubari para penggemarnya.
I’m not that hard kind of fans, perlu energi dan kemampuan berlebih untuk menjadi seorang die hard fans. Tapi mencintai Donal dan keluarganya adalah salah satu warna dalam hidup. Sependek ingatan, komik pertama yang Saya baca adalah Donal Bebek. Ketika itu masih hitam putih, berwarna selang-seling, sampai kemudian menjadi full colour. Tidak berlangganan, hanya sesering mungkin membeli saat melihatnya, bahkan sebagian koleksi sudah rusak karena tidak disampul dan dilaminating lalu disusun rapi di rak buku. Meskipun demikian kenangannya akan bertahan lama sampai ingatan ini tergerus waktu. Donal (dan keluarganya) bagi Saya adalah pendidik, banyak sekali pelajaran yang saya petik (atau saya imajinasikan berasal) dari mereka, semenjak tetangga Donal masih bernama Bolderbas sampai kemudian menjadi Pokijan.
Ada banyak spinoff dari ADB ini. Mulai buku saku Donal, serial Ducktales, buku saku Gober, dan sejumlah lainnya. Hampir semuanya tidak bisa memberikan sensasi yang sama seperti ketika membaca ADB yang biasa terbit mingguan itu. Mulai kualitas artwork yang agak berbeda (menurut Saya bahkan aneh), tema cerita yang agak keluar dari pakem bahkan cenderung berat, sampai durasi dari setiap judul cerita yang terasa panjang. Hanya beberapa saja yang menurut Saya layak untuk diresapi, salah satunya adalah serial Life and Times of Scrooge McDuck yang sebetulnya juga merupakan kompilasi dari cerita-cerita tentang Paman Gober, sang bebek terkaya di dunia, yang kemudian diurutkan dalam sebuah runutan, dan dilengkapi dengan tambahan untuk menyempurnakannya.
Donal Bebek alias Donald Duck adalah protagonis dalam serial ini. Tapi bayangkan saja, di tahun penghujung abad 19, saat kita disuguhi karakter-karakter protagonis yang begitu wow, sebut saja Candy White Audrey yang begitu memikat, Chinmi si tangan baja yang tanpa cela, bahkan Lucky Luke yang membuat kita percaya kalau bayangan bisa dibalap, ADB justru hadir dengan tokoh utama yang pemarah, sering sial, sering terjerat hutang, dan berpakaian ala pelaut (baju kelasi) tapi keahlian melautnya ternyata begitulah. Donal adalah karakter yang kompleks, seorang pegawai pabrik mentega yang entah sudah keberapa kalinya dipecat, suporter sejati Bogis dan tim sepakbola Kota Bebek (Duckburg), ahli di banyak pekerjaan (ahli tanaman, komentator olahraga, dll) pada awalnya namun seringkali kemudian gagal pada akhirnya karena kecerobohannya, kegagalan yang biasanya berakhir dengan kabur ke Timbuktu. Anak dari Hortensia Bebek ini juga seringkali terlibat konflik dengan tiga keponakannya maupun keluarganya yang lain, tapi pada akhirnya dia tetaplah seorang family man sejati yang rela melepaskan harta di depan mata demi mengantar keponakannya bermain sepakbola.
Tidak cukup pada sang tokoh utama, bahkan ketika superhero digambarkan begitu keren seperti Superman ala Christopher Reeve atau Kotaro Minami, kita justru disuguhi superhero konyol seperti Super Gufi yang memperoleh kekuatannya dari makan kacang. Kala jargon “kebenaran selalu menang” sedang masif, ADB menghadirkan sosok yang selalu menang karena beruntung, Untung alias Gladstone Gander. Sejumlah tokoh lain dengan ciri khasnya yang unik juga tidak ketinggalan seperti Nenek Bebek (Elvira Coot) dengan resep rahasia cinta-nya, Lang Ling Lung (Gyro Gearloose) si penemu, Pak Landas (Launchpad McQuack) yang hobi merusak pesawat, Didi Bebek (Fethry Duck) sang pasifis, Otto (Ludwig Von Drake) si pemegang gelar Apasajanologi dan masih banyak lagi.
Tokoh favorit saya adalah Scrooge McDuck alias Paman Gober atau Gober McBebek, Paman dari sang protagonis. Sang highlander dari keluarga McBebek di Dismal Down yang penuh dengan kontradiksi. Anak laki-laki satunya Fergus McBebek ini adalah bebek terkaya dan terpelit sedunia (dalam dunia ADB tentunya), tapi juga diam-diam adalah sponsor utama dari dermawan top di masa itu. Menolak mempercayai tahayul meskipun sering berseteru dengan Mimi Hitam (Magica Da Spell) si penyihir. Perangainya galak, tetapi sentimentil, banyak sekali kenangan masa lalunya yang disimpan (Foto Goldie, Bumerang dari Australia, Keping keberuntungannya, peta tambang Dutchman, dll), bahkan dia sampai hafal riwayat sebagian besar keping dalam gudang uangnya. “Because I earn every penny, I know all their history”, kira-kira itulah yang ada dalam pikirannya. Bebek tua kikir ini tidak pernah mau terlihat baik, pada kadar yang ekstrem sampai rela pura-pura lupa minum obat karena tidak mau disangka lebih memilih cintanya pada Goldie dibanding harta di depan mata. Beliaulah gambaran ekstrem dari “Saat tangan kanan memberi, jangan sampai tangan kiri tahu”. Sebelum bertemu Donal serta Kwik Kwek Kwak, Gober hanyalah orang tua kaya penyendiri dan sudah kehilangan gairah hidup, sosok yang sinis dan pesimis. Keponakan dan cucu keponakannya lah yang memberikan kembali gairah hidupnya dan mengingatkannya pada serunya petualangan masa mudanya. Harta hanya akan berarti saat ada keluarga untuk menikmatinya bersama.
Kwik, Kwek, dan Kwak alias Huey, Dewey, dan Louie alias Hubert, Deuteronomy, dan Louis juga memiliki daya tarik tersendiri. Diawali dengan latar belakang yang cukup seru, mereka dititipkan pada Donal karena Ibunya (Della) sudah menyerah mengasuh mereka setelah suaminya (ayah Kwik Kwek Kwak) masuk rumah sakit akibat salah satu prank yang mereka lakukan, terasa abad 21 sekali bukan? Anak-anak pencelaka ayahnya itu pula yang selalu menjadi pramuka siaga teladan dan kolektor medali dengan berbagai nama pembinanya yang penuh dengan akronim yang meskipun terkesan dipaksakan namun tidak membosankan. Sebut saja salah satunya Jenderal P.A.M.E.R yang merupakan kepanjangan dari Paling Arogan Meskipun Elegan dan Rupawan. Senang bermain, rajin menabung (meskipun sering dicuri Donal), juga usil dan cerdas. Bukankah memang begitu seharusnya anak-anak, terkadang nakal, terkadang egois, dan menyimpan potensi luar biasa saat diberi kesempatan berkembang.
Percintaan bukan juga hal yang tabu, Donal dan Desi, Miki dan Mini, Karel dan Klarabela, bahkan Gober dan Brigita. Donal dan Desi merupakan pasangan yang paling menarik, bukan karena apa-apa, tapi karena entah sudah keberapa ratus kalinya mereka putus dan kembali baikan. Faktor utamanya sih biasanya Untung, Desi yang begitu melankolis dengan buku hariannya ternyata tidak jarang juga meninggalkan Donal demi Untung karena alasan-alasan materialistis seperti Mobil baru dan hadiah-hadiah undian lain yang dimenangkannya. Namun itulah serunya cinta, penderitaannya tiada akhir, tidak jarang pula akhirnya Desi akan kembali memilih Donal karena dia sadar bahwa sampai pada titik tertentu, materi akan kehilangan daya tariknya. Bahkan Untung pun beberapa kali sempat merasa sial oleh keberuntungannya. Demikianlah hidup, materi memang penting, tak bisa disangkal, namun akan ada batas di mana materi itu akan mulai kehilangan daya tariknya saat kita menyadarinya.
Donal dan keluarganya sudah begitu besar dan banyak. Tidak akan cukup berlembar-lembar tulisan dan ribuan kata untuk menggambarkan 44 tahun kiprah mereka. Terakhir yang ingin saya petik dari mereka adalah, bahwa sampai titik akhir siklus hidupnya, mereka terus berkembang, tanpa kehilangan jati diri. Meskipun mengusung premis yang itu itu saja, Donal yang sial, berebut Desi dengan Untung, Bertengkar dengan Pokijan, dan seterusnya, namun cerita yang disuguhkan tetap segar. Mereka terus beradaptasi dengan perkembangan zaman, perkembangan tren film, tren musik, tren artis, tren bisnis, bahkan tren budaya di dunia. Semua itu dituangkan dalam cerita-cerita pendek yang seringnya tidak berhubungan satu sama lain namun tetap konsisten dengan ciri khas masing-masing karakter. Adaptasi itulah yang membuat ADB bisa diterima oleh pembaca lintas generasi tanpa terkotak pada kelompok usia tertentu. Inilah warisan penting bagi kehidupan kita, Perlunya terus menyesuaikan diri dengan lingkungan, meningkatkan kapasitas diri, namun tetap menjaga jati diri. Ikan yang menentang arus akan mati lebih cepat, namun membiarkan diri terseret arus juga akan membuat lupa untuk apa kita sebetulnya menceburkan diri ke dalam sungai in the first place.
Selamat tinggal Donal Bebek dan keluarganya, entah alasan apa yang membuat kita harus berpisah. Kalian bukan hanya bebek berbaju kelasi dan keluarganya yang menghibur selama 44 tahun. Kalian adalah kawan, penghibur murah yang tidak murahan, inspirasi, dan guru yang berjalan mengiringi hari tanpa menggurui. Semoga hikmah baik dari kalian tetap bisa bertahan.
N.B Semoga kalian hanya pamit dari sini, tidak dari seluruh dunia……
Ditulis sembari menunggu kabar baik dari Gelora Bung Tomo, untung tidak ada yang mengiris bawang di sekitar sini.