Hidup itu tidak mahal, Yang Mahal Gaya Hidup.
-Nasehat bijak yang bisa ditemui di banyak tempat dari banyak orang-
Kalimat di atas akan sering kita temui baik di media sosial maupun keluar dari mulut berbagai macam orang. Meskipun begitu, kenapa masih banyak yang tidak percaya? Kenapa masih banyak yang menuruti “gaya hidup” dan akhirnya berujung masalah finansial? Salah satunya karena jangkauan gaya hidup itu sendiri begitu luas sehingga terkadang sulit dibedakan.
Seringkali godaan untuk menghamburkan uang itu datang dalam bentuk yang begitu masuk akal. Saat sudah bertekad jalan pagi setiap hari untuk menjaga kesehatan, ternyata banyak yang berniat sama. Enak dong banyak temennya? Tidak semudah itu Fernando, teman bisa membantu tapi tidak jarang menjerumuskan.
Awalnya yang baik baik saja akhirnya mulai muncul pikiran-pikiran untuk “maju”. “Wah kalau gue beli sepatu jogging, pasti gue bakal lebih nyaman jalannya, bisa lebih jauh lagi.”. “Enak juga ya punya bluetooth dan headset nirkabel, bisa lebih enjoy dan fokus joggingnya.”. Dan demikianlah godaan godaan itu akan terus muncul sebagai sebuah kebenaran hingga kita menerimanya.
Bekerja pun tidak luput, waktu kita masih jadi staf rendahan kita enjoy saja dengan segala yang bisa disyukuri. Motor ada (cicilan kurang 11 kali), handphone ada (cuma RAM 4Gb), laptop ada (cuma core i3 RAM 4Gb), dan yang terpenting Pondok Mertua Indah masih tegak berdiri.
Seiring waktu promosi datang, naiklah jabatan menjadi supervisor atau kepala seksi. Godaan masih bisa ditahan, naik motor masih nyaman dan alhamdulillah cicilan motor bisa ditutup lebih cepat. Saat naik jabatan lagi menjadi manager atau kepala bidang, godaan makin bertubi-tubi. Bukan hanya dari pikiran sendiri, tapi juga dari kolega kolega racun yang tidak berhenti mengompori.
“Masa manager naik motor.”. “Handphonenya ganti dong, masa manager pake handphone jadul begitu.”. “Manager kok nyetir sendiri, sopir dong.”. Dan seterusnya. Akhirnya pembenaran pembenaran itu datang. “Kalau aku naik mobil, aku bisa bekerja lebih optimal karena ada yang menyupiri, aku bisa tetap terus memantau pekerjaan anak buah dan mengerjakan pekerjaanku di laptop.”. “Kalau laptopku bagus, core i9, aku bakal bisa lebih cepat bekerja di mobil maupun di cafe saat luang.”.
Dan akhirnya terbeli lah itu semua, Handphone baru, cicilan mobil baru, laptop baru. Kinerja? Syukurlah kalau benar meningkat :D, Tabungan? Alhamdulillah kalau masih ada yang tersisa untuk ditabung, karena “kebutuhan” baru selalu ada saja setiap minggunya. Menjamu kolega di tempat yang sama terus-terusan mulai dirasa membosankan, perlu “naik kelas”. Beban kerja makin tinggi memberi pembenaran untuk mencari hiburan yang lebih mewah, dan seterusnya. Kira-kira apa yang akan terjadi bila ternyata uang yang ada kurang untuk memenuhi semua “kebutuhan” itu? Yah begitulah…….
Pembenaran akan selalu muncul dari mana saja. Manusia tidak akan pernah kekurangan alasan untuk membenarkan tindakannya. Dia akan hadir di setiap lamunan, mengisi kesendirian, dan setia mendampingi dalam setiap pertimbangan. Karena itu perlu fokus pada tujuan dan jangan mudah tergoda. Selama masih bisa jogging dengan baju seadanya dan sandal atau sepatu seadanya, tidak perlu tergoda untuk yang lain-lain. Selama kerja masih bisa berjalan dengan fasilitas yang ada, tidak perlu menambah ini itu yang di luar jangkauan.
Tentu saja, semua ini tidak berlaku kalau memang saldo rekening anda sudah kebanyakan angka nol đŸ˜›